DEWAN
PIMPINAN WILAYAH
SAREKAT HIJAU
INDONESIA SUMATERA
SELATAN
Terkait
Peraturaran Daerah (Perda) Sumatera Selatan No.8 Tahun 2016 Tentang
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah)
Cp : 085369335133
Kajadian kebakaran
hutan dan lahan pada tahun lalu merupakan sebuah bencana ekologis yang terbesar
sepanjang sejarah di Indonesia, Sumatera dan Kalimantan adalah dua pulau
berkontribusi terbanyak titik Api dari pulau lainnya di Indonesia. Sumatera
Selatan dapat dikatakan sebagai penyumbang Asap terbesar, pada September 2015
lalu mencapai 11.285 titik api(Landsat) yang tersebar di Kab. OKI, Muba,
Banyuasin dan Ogan Ilir.
Hal inilah yang
mendorong Pemerintah Sumatera Selatan untuk membentuk Peraturan Daerah (perda)
Tentang Pengendalian Kebakaran hutan dan Lahan (Karhutlah) pada tanggal 21
April 2016, Perda No. 8 Tahun 2016 ini telah ditetapkankan oleh Gubernur
Sumatera Selatan dan atas persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Sumatera Selatan, lahirnya
perda ini merupakan upaya untuk mengatur pencegahan, penanggulangan,
penanganan, dan pengawasan terhadap kebakaran hutan dan lahan di Sumatera
Selatan. Secara garis besar, Perda Karhutlah ini berisi larangan membakar hutan
dan/atau lahan, namun sangat
disayangkan tidak satu pun Organisasi LSM/NGO, Pegiat Lingkungan Hidup dan
Masyarakat Adat di sumsel mengetauhi telah diundangkannya perda tersebut, ini
artinya dalam penyusunannya juga tidak dilibatkan padahal Organisasi LSM/NGO
dan Pegiat Lingkungan Hidup merupakan
Mitra Pemerintah yang dapat dilibatkan dalam penyusunannya atau paling
tidak memberikan masukkan karena selama ini kerja-kerja Organisasi Lingkungan
tersebut langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Perda
No. 8 tahun 2016
tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah) sudah
berjalan 3
bulan, bagaimana dengan masyarakat/Petani yang ada di dusun-dusun apakah
mereka telah mengetahui tentang perda ini,
Sudahkah pemerintah Baik propinsi Sumsel, Kabupaten OKI, Muba dan
Banyuasi
mensosilisasikan Perda ini Ke Masyarakat / Petani ??? Karena kita tahu
bahwa kebiasaan masyarakat Sumatera Selatan dalam melakukan
pembersihan dan
Pembukaan lahan adalah dengan cara membakar hutan dan lahan dengan cara
Tradisional ( Kekas ), karena hal ini merupakan budaya turun temurun
yang ada
di masyarakat sumsel sejak zaman pemerintahan marga. Hal ini tentunya
jangan
sampai ketika masyarakat dalam melakukan pembakaran lahan untuk
ladang pertaniannya
kemudian ditangkap oleh Aparat dengan alasan perda sudah berlaku dengan
ketentuan pidana 6 (enam) bulan atau pidana denda sebesar
Rp50.000.000,-(lima
puluh juta rupiah) sebagaimana yang tertuang pada pasal 17 ayat 1 perda
tersebut.
Ini artinya akan
terjadi banyaknya penangkapan terhadap Petani, mengingat saat ini telah
memasuki musim tanam, untuk itu kami Sarekat Hijau Indonesia Sumatera Selatan
& Mahasiswa Hijau Indonesia Sumatera Selatan mendesak Pemerintah Sumatera
selatan & Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin dan
Banyuasin untuk segera :
1.
Memberikan solusi kongkrit pada Masyarakat/Petani agar tidak melakukan
pembersihan lahan dengan cara membakar.
2.
Agar tetap menghormati sistem pertanian
Sonor masyarakat karena merupakan kearifan lokal sejak zaman nenek moyang.
3. Meminta kepada Instansi Kepolisian untuk
tidak melakukan penangkapan kepada Masyarakat/Petani yang melakukan pembakaran
lahan di ladang pertaniannya karena belum mengetahui perda tersebut.
4.
Meminta Kepada Pemerintah Propinsi
Sumsel, Kabupaten OKI, Kabupaten Muba dan Kabupaten Banyuansi untuk segera
melakukan Sosilisasi Perda Tersebut Agar masyarakat memahami dan mengetahui.
Palembang,
21 Juli 2016
Hormat
Kami,
Rian
Syaputra
Diroktorat Organisasi dan Kaderisasi